Ciri Khas Kurikulum Merdeka Belajar
Ciri Khas Kurikulum Merdeka Belajar - Setiap kurikulum memiliki ciri khas tersendiri, begitupun dengan kurikulum merdeka belajar. Sejarah kurikulum di Indonesia sudah melalui perjalanan panjang, sejarah mencatat perubahan tersebut mulai tahun 1947, 1952, 1964,1975,1984,1994, 2004, 2006, 2013, kurikulum darurat (2019), kurikulum Prototipe (2020) dan kurikulum merdeka (2022).
Ciri Khas Kurikulum Merdeka Belajar
Kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang dapat dipergunakan untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan. Kurikulum ini memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengeksplorasi dan memaksimalkan potensi dirinya. Pelajari lebih mendetail tentang merdeka belajar di Pengertian Merdeka Belajar.
Sistem belajar berbasis proyek untuk mengembangkan soft skills dan karakter siswa yang sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila. Fokus pada sistem pembelajaran melalui kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Dengan demikian guru lebih fleksibel dan bisa menyesuaikan kemampuan siswa dengan konteks muatan lokal. (Dobes Tamba).
Kurikulum merdeka berlandaskan pada tujuan Sistem Pendidikan Nasional dan Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, juga berlandaskan pada pengembangan profil pelajar Pancasila peserta didik. Secara umum ciri khas kurikulum merdeka belajar ada 3 bagian penting, berikut penjelasan lengkapnya.
1. Berbasis Projek dan Karakter
Pembelajaran lebih berfokus pada pemerolehan pengetahuan melalui pratikum atau percobaan. Istilahnya "learn by doing". Jadi siswa tidak hanya sekedar menghafal suatu konsep, melainkan ikut terlibat untuk mengamati suatu fenomena tentang suatu konsep.
Pembelajaran inilah yang akan menjadikan anak belajar bermakna. Model pembelajaran yang sering digunakan akan berbasis penemuan atau solusi seperti :
- Inquary
- Problem Based Learning (PBL)
- Project Based Learning (PjBL)
- Discovery Learning (DL)
Pelaksanaan percobaan dan pembuatan projek akan mengasah soft skills siswa seperti kemampuan berkomunikasi, kerja sama, kepemimpinan, berpikir kritis, dan manajemen waktu.
Penanaman karakter profil pelajar Pancasila terjadi secara tersirat. Including dalam proses pembelajaran. Tentunya cakap dalam berbagai hal tanpa diimbangi dengan sikap yang benar tidak akan memberikan kebermanfaatan bagi khalayak umum.
Diharapkan peserta didik berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama:
- Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
- Berkebinekaan global
- Bergotong royong
- Mandiri
- Bernalar kritis
- Kreatif
Peserta didik memiliki kesempatan untuk mempelajari isu penting seperti gaya hidup berkelanjutan, toleransi, kesehatan mental, budaya, wirausaha, teknologi, dan kehidupan berdemokrasi. Nantinya peserta didik akan dilatih untuk melakukan aksi nyata sebagai respon terhadap isu-isu tersebut.
2. Fokus pada Materi Esensial
Semua materi pelajaran memang penting untuk dipelajari. Namun, waktu belajar yang tersedia di sekolah sangat terbatas. Sehingga alangkah baiknya jika kita berfokus pada materi esensial yang paling berguna.
Siswa akan memilki waktu yang cukup untuk mendalami kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
Literasi adalah kemampuan menganalisis bacaan dan memahami konsep di balik tulisan
Numerasi adalah kemampuan untuk menganalisis menggunakan angka
Kedua kompetensi tersebut akan sering digunakan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, terlepas apapun profesinya di masa depan.
Materi ajar yang tercantum pada kurikulum merdeka lebih sedikit tetapi pembahasannya mendalam. Tentunya lebih baik seperti ini dibanding belajar banyak hal tetapi mudah dilupakan karena kurang mendalami.
Pada setiap materi ajar terdapat pertanyaan esensial yang sebenarnya akan memandu siswa mengetahui hal-hal yang akan dipelajari. Pertanyaan tersebut diharapkan mampu dijawab siswa sesuai dengan pengalaman belajarnya.
3. Fleksibilitas bagi Guru dan Siswa
Guru dapat melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didiknya masing-masing. Tentunya kemampuan setiap anak berbeda-beda. Tugas guru adalah menilai kompetensi awal peserta didik dan memfasilitasinya.
Apabila mayoritas siswa memiliki gaya belajar kinestetik maka pembelajaran didominasi dengan demontrasi atau percobaan. Apabila terdapat siswa yang memiliki kemampuan yang kurang maka guru dapat meminta siswa lain menjadi tutor sebaya.
Pada jenjang pendidikan menengah atas, siswa dapat memilih mata pelajaran yang diminatinya. Mata pelajaran yang dipilih berkaitan dengan cita-citanya. Misalnya saja ada siswa yang ingin menjadi Teknik Sipil maka dia akan memilih mata pelajaran Fisika dan Matematika.